Tafsir dan Ta'wil

Rabu, 09 Januari 2013 0 komentar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu al qur’an diciptakan untuk mengantisipasi peringatan Rasululloh saw yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas : عن إبن عباس رضي الله عنه قال : قال رسول الله ص م : من قال في القرأن بغير علم فليتبوأ مقعده من النار (رواه الترمذي وقال حسن صحيح) Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, berkata : Rasululloh bersabda “barang siapa berkata tentang al-qur’an tanpa Ilmu, maka hendakla ia mempersiapkan tempat duduknya di dalam neraka” (HR. Tirmidzi, kata al-tirmidzi hadis ini hasan sahih). Peringatan keras seperti yang tergambar di dalam hadits Rasul itu amat penting agar dalam menafsirkan al-qur’an para ulama lebih berhati-hati sehingga tidak terjadi penyimpangan sedikitpun. Terjadinya berbagai penafsiran yang menyimpang sejak dulu sampai sekarang berawal dari diabaikannya kaidah-kaidah tafsir (ilmu al qur’an). Pada masa nabi saw, para sahabat menanyakan langsung kepada nabi saw ihwal yang dibutuhkan untuk pemahaman maksud dan tujuan al-qur’an, atau nabi saw menjelaskan ayat-ayat yang dianggap perlu untuk dijelaskan. Dalam hal ini, nabi saw berfungsi sebagai penyampai dan pemberi penjelasan. Tidak ada penjelasan yang pasti apakah nabi saw menjelaskan keseluruha ayat-ayat al-qur’an, atau sebagiannya saja, namun demikian, fakta yang dapat ditemukan menunjukkan bahwa tidak semua penafsiran nabi saw tentang ayat-ayat al-qur’an dapat diketahui secara keseluruhan, mungkin karena penulisan hadits yang jauh setelah nabi saw wafat atau karena nabi saw tidak menjelaskan seluruh ayat al-qur’an. Permasalahan berikutnya, mampukah manusia memberikan penafsiran atau memberikan penjelasan kalam tuhan? Sejauh mana penafsiran manusia dianggap sesuai dengan sebenarnya diharapkan Alloh sehingga dapat dijadikan dasar? Untuk menjelaskan pertanyaan yang pertama, pelu ditegskan disini bahwa al-qur’an yang secara teologis diyakini sebagai bahasa tuhan, pada kenyataannya ia menggunakan bahasa arab, walaupun al-qur’an mengunakan bahasa arab tidak jarang kata yang dipergunakan al quran berbeda dengan makna yang difahami bangsa arab ketika itu. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas dapat di ambil beberapa rumusan masalah yaitu: 1. Bagaimana sejarah perkembangan tafsir? 2. Bagaimana definisi tentang tafsir dan ta’wil? 3. Bagaimana perbedaan tafsir dan ta’wil? 4. Apa contoh-contoh dari tafsir dan ta’wil? 1.3 Tujuan Dari rumusan masalah diatas dapat di ambil beberapa tujuan yaitu: 1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan tafir. 2. Untuk mengetahui tentang dfinisi tafsir dan ta’wil. 3. Untuk mengetahui perbedaan tafsir dan ta’wil. 4. Untuk mengetahiui contoh-contoh tafsir dan ta’wil. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah perkembangan tafsir Tidak diragukan lagi bahwa tafsir memiliki sejarah yang panjang, Muhammad Husain al-Dzahabi telah membagi sejarah dan perkembangan tafsir menjadi tiga periode: pertama, tafsir pada masa nabi dan sahabat, kedua, tafsir masa tabi’in, dan yang ketiga, tafsir pada masa pembukuan. a. Masa nabi dan sahabat Rasulullah adalah orang pertama yang menguraikan maksud-maksud alquran dan menjelaskan kepada umatnya wahyu-wahyu yang diturunkan Allah kepadanya. Pada masa itu tak seorangpun dari sahabat Rasul yang berani menafsirkan alqur’an, karena Rosul masih ada di tengah-tengah mereka. Rosul memahami Al qur’an secara global dan terperinci karena Alqur’an diturunkan kepada seorang nabi yang ummy dan kaum yang ummy pula. Dan adalah kewajiban Rosululloh menjelaskan kepada sahabatnya dan atas dasar wewenang yang diberikan oleh Alloh untuk menafsirkan Alqur’an. Rosul sendirilah yang memikul beban berat tetapi mulya itu, dan menunaikan kewajiban tersebut sebagaimana mestinya. Setelah nabi SAW wafat para sahabat juga memahami Al qur’an karena Al qur’an diturunkan dengan bahasa mereka, hal ini karena disinyalir dalam beberapa firman Alloh swt dalam surat yusuf ayat 2,        Artinya : “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya” Namun mereka berbeda tingkat pemahamannya, sehingga apa-apa yang tidak diketeahui oleh seseorang diantara mereka boleh jadi diketahui oleh orang lain. Ibnu kutaibah juga berkata, orang arab (sahabat itu) tidak sama pengetahuannya tentang kata-kata sharih dan mutasyabbih dalam alqur’an. Tetapi dalam hal ini, sebagian dari mereka memiliki kelebihan atas yang lain. Ahli tafsir dari kalangan sahabat nabi jumlahnya banyak akan tetapi yang terkenal luas hanya 10 orang, yaitu empat khulafaurrasyidin, Abdullah ibnu mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin tsabit, Abu Musa Al’asyari, dan Abduloh ibnu zubair. b. Masa Tabi’in Masa tabi’in dimulai sejak berakhirnya tafsir pada masa sahabat, hal ini ditandai dengan banyaknya tokoh-tokoh mufasir pada masa sahabat yang meninggal dunia, yangmereka itu adalah para guru dari tabi’in dan juga banyaknya para tabi’in yang mengikuti jejak guru-gurunya dalam bidang penafsiran al qur’an, khususnya berkaitan dengan ayat-ayat alqur’an yang masih tersembunyi pengertiannya. Karena banaknya para tabi’in yang menafsirkan ayat-ayat al qur’an maka hasil karyanya ini dikenal dengan tafsir tabi’in. Tafsir yang pertama kali lahir pada masa itu adalah Tafsir Ibnu Abbas diriwayatkan, bahwa Abdullah Ibnu Abbas menyimpan catatan-catatan yang di dalamnya dibukukan sebagian dari apa yang ia dengar dari Rasulullah SAW. c. Periode Pembukuan (tadwin) Periode ini dimulai pada akhir kekhalifahan dinasti bani umayyah dan awal kekhalifahan dinasti Bani Abbasiyah. Dalam hal ini hadits mendapat prioritas utama dan pembukuannya meliputi berbagai bab, sedang tafsir hanya merupakan salah satu bab dari sekian banyak bab yang dicakupnya. Dalam periode ini tafsir memasuki beberapa tahap, masing-masing dengan metode dan cirinya yang berbeda. Tahap pertama, tafsir masih belum dibukukan secara sistematis, yaitu disusun secara berurutan ayat demi ayat dan surah demi surah dari awal Al-qur’an sampai akhir, pada waktu itu para ulama lebih memprioritaskan terhadap hadits, sehangga tafsir hanya merupakan salah satu bab dari sekian banyak bab yang dicakupnya, dan tafsir tersebut dibukukan dalam bentuk bagian dari pembukuan hadits. Tahap kedua, muncul beberapa ulama yang menulis tafsir secara khusus dan berusaha memisahkan antara tafsir A-Qan dari usaha pengumpulan dan pembukuan hadits serta menjadikannya sebagai suatu ilmu tersendiri. Al-qur’an ditafsirkan secara sistematis, sesuai dengan tertib mushaf. Usaha ini mulai berlaku dari abad ke-3 hijriyah dan berakhir pada awal abad 5 hijriyah. Adapun tokoh-tokohnya adalah Ibnu Majah, ibn jarir ath-Thabari, Ibnu abi yatim, dan lain-lain yang masih menggunakan tafsir bil al-ma’tsur. Tahap ketiga, perkembangan tafsir tidak berhenti sampai corak bil ma’tsur saja, tetapi berlanjut pada perkembangan berikutnya. Maka muncul sejumlah mufassir yang hanya meringkas sanad-sanad dan menghimpun pendapat tanpa menyebut pemiliknya’ oleh karena itu terjadilah pemalsuan dalam tafsir dan disisi lain mereka juga mulai menggunakan cerita-cerita israiliyat sebagai dasar penafsiran tanpa diseleksi terlebih dahulu. Tahap keempat, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka pembukuan ilmu tafsir sudah mulai mencapai kesempurnaan yang ditandai dengan banyaknya cabang ilmu pengetahuan serta banyaknya madzhab yag bermunculan. 2.2 Definisi tafsir dan ta’wil a) Pengertian Tafsir Kata tafsir menurut bahasa diambil dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang mengandung arti keterangan atau uraian. Al-jurjani berpendapat bahwa kata tafsir menurut pengertian bahasa adalah al-kasyf wa al-izhar yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan. Pada dasarnya pengertian tafsir berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari kandungan makna al-idhah (menjelaskan), al-bayan (menerangkan), al-kasyf (mengungkapkan), al-izhar (menampakkan) dan al-ibanah (menjelaskan). Adapun pengertian tafsir berdasarkan istilah, para ulama’ berbeda pendapat, antara lain sebagai berikut: • Menurut al-kilabi dan at-tashil “tafsir adalah uraian yang menjelaskan isi al-qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nash, isyarat atau tujuannya”. • Menurut syekh al-jazairi dalam shahib at-taujih: ” tafsir pada hakikatnya menjelaskan lafazh yang sukar dipahami oleh pendengar dengan mengemukakan lafazh sinonimnya atau maknanya yang mendekatinya, atau dengan jalan mengemukakan salah satu dilalah lafazh tersebut”. • Menurut abu hayyan dalam al-bahr al-muhith “ tafsir adalah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafazh-lafazh al qur’an, tentang petunjuk-petunjuknya (dalalah-nya), hukum-hukum, baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal-hal lain yang melengkapinya”. Banyak ulama yang mengemukakan perngertian tafsir yang pada intinya bermakna menjelaskan hal-hal yang masih samar yang di kandung dalam ayat al-qur’an sehingga dengan mudah dan dimengerti, mengeluarkan hukum yang terkandung di dalamnya untuk diterapkan dalam kehidupan sebagai suatu ketentuan. a) Pengertian ta’wil Pengertian ta’wil secara etimologi berasal dari kata aul yang berarti al-ruju’ ila al-ashl yaitu kembali kepada asal. Sementara ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa pengertian ta’wil murodif dengan pengertian tafsir dalam kebanyakan maknanya yaitu menerangan (al-bayan), menyingkap (al-kasyf) dan juga berarti menjelaskan sesuatu (al-idhah). Secara terminologi pengaertian ta’wil dibagi menjadi dua yaitu menurut ulama salaf dan menurut ulama mutaakhirin, pengertian ta’wil menurut ulama salaf dibai menjadi dua, 1). ta’wil dan arti tafsir al-kalam wa bayanu ma’nahu, yaitu menafsirkan suatu kalam dan menjelaskan ma’nanya, baik yang sesuai dengan dzohirnya atau tidak . 2). Ta’wil dalam arti nafs bi al-kalam, yaitu esensi yang dimaksud dari satu perkataan atau kalam, artinya kalam itu merujuk pada ma’na hakikinya yang merupakan esensi yang dimaksud. Sedangkan pengertian ta’wil menurut ulama mutakirin sebagamana yang disetujui oleh ulama fiqih, mutakallim, ahli hadits dan uga ahli tasawuf, adalah: التأويل عند هؤلإجميعا : هو صرف اللفظ عن المعنى الراجح إلى المعنى المرجوح لدليل يقترن به Artinya : memalingkan makna lafadz yang kuat (rajih) kepada makna yang lemah (marjuh) karena ada indicator-indikator (dalil) yang menyertainya. Para mufassir berbeda pendapat tentang pengertian ta’wil ada dua golongan ulama’ : 1. Ulama’ salaf, bahwa tafsir dan ta’wil itu sama artinya oleh karena itu semua ayat al-qur’an mempunyai ta’wil terhadap firman Alloh, “ dan tidak ada yang mengetahui ta’wilnya kecuali Alloh” QS Ali imran (3:7), mereka berpendapat bahwa itu khusus berkenaan ayat-ayat mutasyabbih yang hanya Alloh saja yang mengetahuinya. 2. Ulama’ kholaf, Perbedaan Tafsir Dan Ta’wil Para ulama berbeda pendapat tentang perbedaan antara kedua kata tersebut. Berdasarkan pada pembahasan di atas tentang makna tafsir dan ta’wil, kita dapat menyimpulkan pendapat terpenting diantaranya sebagai berikut: 1. Apabila kita berpendapat ta’wil adalah menafsirkan perkataan dan menjelaskan maknanya, maka “ta’wil” dan “tafsir” adalah dua kata yang berdekatan atau sama maknanya.termasuk pengertian ini ialah do’a rasulullah untuk ibn abbas: “Ya Allah,berikanlah kepadanya kemampuan untuk memahami agama dan ajarkanlah kepadanya ta’wil. 2. Apabila kita berpendapat ta’wil adalah esensi yang dimaksud dari suatu perkataan,maka ta’wil dari talab (tuntunan)adalah esensi perbuatan yang dituntut itu sendiridan ta’wil dari khobar adalah esensi sesuatu yang diberitahukan. Atas dasar ini maka perbedaan antara tafsir dan ta’wil cukup besar Sedangkan menurut para ulama perbedaan antara tafsir dan ta’wil berkisar pada: • Keumuman dan kekhususan saja, maksudnya tafsir berkaitan dengan ayat-ayat al-qur’an yang bersifat umum (muhkam), sedangkan ta’wil berkaitan dengan ayat-ayat yang khusus (mutasyabihat). • Menurut al-maturidi Bahwa tafsir merupakan penjelasan lebih lanjut dari takwil. Oleh karena itu, dalam tafsir diperbolehkan adanya semacam klaim dan bersaksi dengan nama Allah bahwa itulah yang dimaksudkan dengan ayat itu ” demikianlah yang dikehendaki Allah swt dengan ayat ini” jika terdapat dalil yang maqtu’ (kokoh) maka itulah tafsir yang benar, jika tidak maka termasuk tafsir bi al-ra’yi.sedangkan dalam ta’wil hanya menguatkan salah satu makna dari beberapa kemungkinan makna yang dikandung lafazh itu tanpa di barengi suatu klaim. • Menurut abu thalib al-tsa’laby menegaskan bahwa tafsir adalah penjelasan mengenai pengertian suatu kata, dan penjelasan itu bisa bersifat hakiki atau majazi. Sedangkan ta’wil adalah penjelasan mengenai apa yang tersirat dalam suatu kata

0 komentar:

Posting Komentar